Tuesday, November 23, 2010

KELOMPOK 3: PERBANDINGAN SISTEM POLITIK MALAYSIA DAN LEBANON

Kestabilan pemerintahan Lebanon dan Malaysia saat ini sangat bergantung sejauh mana rezim di 2 negara memberi keseimbangan peran antar etnis. Kerentanan heterogenitas di 2 negara pada awalnya berusaha dijajaki dengan sistem konsosiasional, tapi perjalanan waktu membuktikan tantangan konflik antar etnis kedua negara, merintangi kestabilan pemerintahan kedua negara. Hal ini terkait dengan dinamika isu kemasyarakatan yang menguji eksistensi konsosiasional yang diterapkan pemerintah dan konsistensi besaran peran bagi tiap etnis. Permasalahan ini jadi fokus kelompok kami sebagai perbandingan politik kedua negara.
Walaupun sama-sama mempunyai keberagaman etnis, namun dominasi dan peran etnis di dua negara tersebut sangat berbeda. Perbedaannya adalah di Lebanon sistem politik etnis diimplementasikan berdasarkan agama-agama yang ada di Lebanon, sedangkan di Malaysia diimplementasikan berdasarkan suku-suku yang ada di Malaysia

LEBANON

Lebanon merupakan sebuah wilayah di kawasan Regional Timur Tengah yang memiliki banyak etnis yang dilatarbelakangi oleh perbedaan Agama. Secara sosiologis masyarakat Lebanon digolongkan kepada masyarakat yang sangat terpengaruhi oleh sekte atau etnis atau kelompok dalam berbagai bidang kehidupannya.
Kurang lebih 40,8% warga Lebanon adalah penganut agama nasrani . Sedangkan penganut agama Islam terbagi menjadi dua, yaitu Muslim Syiah 26,2% dan Muslim Sunni 26,5% . Sisanya Druze 5,6%, disusul kelompok minoritas Kurdi 0,9% . Kelompok warga Lebanon yang beragama Nasrani berasal dari golongan kristen Maronite, Apostolik Armenia, Gereja Ortodoks Antiokia, Gereja Asiria, Katolik Khaldea, Protestan dan Katolik Yunani Melkit . Dari presentase tersebut dapat disimpulkan bahwa muslim lebih mendominasi di Lebanon. Akan tetapi selisih yang tidak terlalu besar menjadikan ketegangan sering terjadi diantara kedua belah pihak. Apalagi dalam kehidupan sosial di Lebanon masyarakat lebih terpengaruh oleh faktor kebudayaan agama yang mengkotak-kotakkan mereka kedalam berbagai etnis dibandingkan dengan faktor ideologi kebangsaan, menjadikan masyarakat di negara ini saling bersaing dalam mencapai tujuan kelompoknya masing-masing.
Keberagaman etnis membawa negara dengan lambang Pohon Aras ini untuk menganut sistem Konfesionalisme, yaitu membagi kekuasaan secara merata pada setiap kelompok-kelompok dan enis yang ada . Sistem ini tertuang dalam perjanjian tidak tertulis antara Perdana Mentri dan Presiden Lebanon pada tahun1943. Implementasi nyata dari pembagian tersebut menjadikan presiden harus berasal dari kelompok Kristen Maronite, Perdanan Mentri dari Sunni, dan Ketua Parlemen harus dari kelompok Syiah. Pembagian ini diharapkan dapat mewakili masyarakat Lebanon secara keseluruhan karena ketiga kelompok tersebutlah yang menjadi kelompok mayoritas di Lebanon sehingga seluruh masyarakat etnis di Lebanon dapat merasakan keadilan dan memiliki Lebanon secara utuh. Disisi lain pembagian ini juga bertujuan untuk meminimalisir rasa saling curiga antar etnis dalam pemerintahan karena setiap etnis memiliki andil dan jabatan yang setingkat dalam pemerintahan.
Namun pada kenyataannya banyak konflik-konflik internal yang terjadi mewarnai berjalannya sistem ini seperti yang dikutip dari rilis UGM;. Kegagalan Mekanisme Consociational Dalam Mengatasi Konflik Lebanon,“Sejak awal diberlakukan mekanisme ini sebenarnya sudah menunjukkan kegagalan, yaitu dengan terbunuhnya Perdana Mentri Riadh ul Solh dan meletusnya Perang Saudara tahun 1956,” ujar Siti Muti’ah . Disamping itu juga banyak perang saudara yang terjadi seperti perang tahun 1947, perang saudara terbatas tahun 1956, dan perang saudara besar tahun 1975-1990. Fakta ini menunjukkan betapa terkotak-kotaknya etnis di Lebanon.
Banyak pengamat menyebutkan bahwa kegagalan sistem ini cenderung disebabkan oleh para elit hanya melakukan sharing power saja. Padahal seharusnya dalam mekanisme konsosiasional tersebut para elit tidak hanya berbagi kekuasaan namun juga melakukan sharing authority atau berbagi kebijakan untuk melindungi warganya.
Disisi lain sistem ini juga tidak mencapai kesetaraan yang menjadi tujuan dari perjanjian 1943. Contohnya, 12 sekte kristen lain kecuali kristen Maronite merasa sistem ini masih merugikan mereka dan hanya menguntungkan Etnis Kristen Maronite dan itupun hanya sebagian keluarga saja seperti Keluarga Chamoun, Franjieh, Gemmayel, Moaward dan Lahoud. Sedangkan diantara kelompok Muslim Sunni hanya keluarga konglomerat yang bisa menduduki jabatan Perdana Mentri, seperti keluarga Solh, Salam, Karami, Hariri dan Siniora . Walaupun Lebanon tidak dalam keadaan perang namun kesetaraan antar etnis dalam perpolitikan belum dapat tercapai.
Namun tetap sistem pembagian ini merupakan sistem terbaik yang dapat diterapkan oleh Lebanon dalam pemerintahannya untuk paling tidak meminimalisir konflik internal. Untuk itu, pembagian kekuasaan dalam sistem ini kemudian dipertegas dengan diformalkannya sistem ini kedalam dalam konstitusi pada tahun 1990. Dengan Pelegalan ini, jabatan Presiden harus diduduki oleh Katolik Maronite, Perdanan Mentri diduduki oleh Pemimpin Islam Sunni, Wakil Perdana Mentri oleh seorang dari etnis Kristen Ortodoks dan Ketua Parlemen kepada etnis Muslim Syiah. Sistem pembagian kekuasaan ini juga “menular” kepada pembagian kursi di Parlemen. Ketika sebelum adanya perjanjian Thaif tahun 1989 dan rasio pembagian 128 kursi kristen muslim masih 6:5 masih sering ada konflik yang terjadi disebabkan ketidaksetaraan antara Islam dan Kristen yang sulit tercapai karena jelas-jelas kristen sangat diuntungkan. Namun kemudian setelah adanya Perjanjian Thaif dan rasio perbandingan kristen muslim menjadi 5:5 ketidaksetaraan yang terjadi pun berakhir. Menjadikan pembagian kursi bagi Kristen / Katolik sebanyak 64 kursi, dengan faksi Maronite mendapat jatah 34 kursi, Ortodoks Yunani 14 kursi, katolik Yunani 8 kursi, Ortodoks Armenia, serta Katolik Armenia, Protestan, dan lainnya masing-masing mendapat 1 kursi. Bagi Islam didistribusikan 64 kursi terbagi atas: Sunni dan Syiah masing-masing 27 kursi, Druze 8 kursi, sedangkan Alawi 2 kursi.
Pembagian yang lebih jelas ini merupakan jawaban yang paling memungkinkan dari dinamika perpolitikan etnis di Lebanon dan membantu meminimalisir ketegangan antar etnis yang ada walaupun tidak benar-benar bisa mencapai kata damai.

MALAYSIA

Malaysia merupakan suatu negara multietnis yang mempunyai penduduk sekitar 20juta jiwa dimana dalam jumlah yang besar ini dapat diklasifikasikan menjadi beberapa etnis. Tiga etnis utama yaitu Melayu (52%), Cina (35%), India (10%), dan etnis lain (3%). Ketiga etnis yang mendiami wilayah Malaysia tersebut sulit untuk berbaur dikarenakan adanya pengelompokkan berdasarkan perbedaan warna kulit, asal daerah, bahasa, agama, dan budaya mereka yang berbeda satu dengan yang lain. Dengan adanya keberagaman etnis tersebut, maka pemerintah Malaysia berusaha untuk mempersatukannya dalam suatu wadah agar terbentuk suatu kesamaan identitas yaitu sebagai bangsa Malaysia. Wadah tersebut berupa suatu ideologi bernama “Rukun Negara” yang berintikan akan kepercayaan kepada Tuhan, kesetiaan kepada Raja dan Negara, Keluhuran Perlembagaan, Kedaulatan Undang-Undang, serta Kesopanan dan Kesusilaan.
Dalam dekade 2000an, pada tahun 2003 sampai tahun 2009, Malaysia dipimpin oleh seorang kepala pemerintahan yaitu Perdana Menteri Abdullah bin Ahmad Badawi. Di dalam masa pemerintahannya, etnis yang ada di Malaysia juga berperan akan keberlangsungan pemerintahan yang ada. Keberagaman etnis tersebut terbentuk dengan adanya Barisan Nasional (BN) koalisi partai berkuasa UMNO (etnis Melayu), MCA (etnis Tionghoa), MCA (etnis India) dan sejumlah partai kecil lainnya yang dipimpin Perdana Menteri Abdullah Badawi. Kaum China dan India lebih antusias mengikuti pemilu dibandingkan etnis Melayu di Malaysia. Kaum China, misalnya, menyebar di berbagai partai seperti MCA, Gerakan, DAP, PKR, atau partai lokal lain di Sabah dan Serawak sehingga banyak dari mereka saat ini menjadi anggota parlemen yang menunjukkan bahwa politik saat ini telah menjadi kebutuhan penting bagi etnis China dan India di Malaysia sebagai antisipasi mereka dalam memperjuangkan persamaan hak semua etnis warga Malaysia.
Di dalam parlemen Malaysia, terdapat dua badan yaitu Dewan Negara (Senate) dan Dewan Rakyat (House of Representative). Mayoritas etnis Melayu di pemerintahan didasarkan pada Konstitusi Malaysia yang menyebutkan bahwa mengakui penduduk Melayu sebagai penduduk pribumi dan memegang peranan dalam politik pemerintahan. Di dalam Konstitusi tersebut juga dijelaskan bahwa etnis non-Melayu seperti Cina memegang peranan dalam bidang ekonomi. Hal ini terjadi sampai sekarang mengingat tidak adanya amandemen dalam Konstitusi Malaysia tersebut. Dominasi etnis Melayu dalam politik Malaysia mempengaruhi keamanan nasional Malaysia. Rasa aman maupun tidak yang dirasakan etnis Melayu tertuang dalam kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah apalagi etnis Melayu secara ekonomi lebih lemah terhadap etnis Cina.

A. Perbandingan Sistem Politik Malaysia dengan Lebanon
Setelah melihat deskripsi bagaimana implementasi sistem politik etnis atau sektarian di Malaysia dan Lebanon, kita dapat menemukan perbedaan utama antara implementasi yang dilakukan oleh kedua negara tersebut. di Lebanon sistem politik etnis diimplementasikan berdasarkan agama-agama yang ada di Lebanon, sedangkan di Malaysia diimplementasikan berdasarkan suku-suku yang ada di Malaysia.
Fakta-fakta tersebut mungkin dapat menjelaskan mengapa di Lebanon sistem sektarian itu dibagi berdasarkan agama dan mengapa di Malaysia berdasarkan suku. Berdasarkan fakta tersebut kita dapat menemukan pola bahwa sistem politik etnis di kedua negara tersebut didasarkan pada apa yang strukturnya lebih banyak dan kompleks, dalam hal ini yaitu agama dan suku. Karena memang jika dilihat Lebanon terdiri dari sangat banyak aliran agama yang kemudian terbagi dalam dua kelompok agama besar: Muslim dan Nasrani, sedangkan Malaysia terdiri dari sangat banyak suku yang terbagi dalam 3 kelompok suku besar: Melayu, Cina dan India. Dan kekompleksan struktur ini memanglah merupakan salah satu alasan mengapa sistem politik etnis atau sektarian ini diberlakukan, yaitu guna menghindari terjadinya konflik antar aliran-aliran dan suku-suku tersebut karena masing-masing sudah mendapatkan bagiannya sendiri-sendiri.
Perbedaan selanjutnya yang dapat kita temukan adalah, di Lebanon sistem pembedaan berdasarkan etnis ini hanya berlaku dalam sektor politik saja, yaitu dengan adanya penentuan bahwa yang menjabat sebagai presiden haruslah seorang Katolik Maronite, sedangkan Perdana Menteri dijabat oleh seorang pemimpin Islam Sunni, Wakil Perdana Menteri merupakan seorang Kristen Ortodoks, dan Ketua Parlemen merupakan seorang Muslim Syiah, serta rasio pembagian kursi di parlemen sebanyak 5:5 antara Kristen:Muslim. Sedangkan di Malaysia, pembedaan etnis ini tak hanya berlaku dalam sektor politik saja, namun juga berlaku dalam memisahkan antara sektor politik dan ekonomi. Dalam konstitusi yang berlaku di Malaysia disebutkan bahwa penduduk Melayu memegang peranan dalam politik dan pemerintahan, sedangkan etnis non-Melayu (contohnya Cina) memegang peranan dalam bidang ekonomi.
Pembagian kedudukan atau posisi di pemerintahan yang dilakukan di Lebanon juga lebih terstruktur, setiap aliran agama sudah ditentukan jatah kursi di parlemen yang berhak didapatkan masing-masing. Sedangkan di Malaysia tidak terstrukrur, sehingga tetap terjadi dominasi dari etnis Melayu. Hal tersebut mungkin dikarenakan karena pernah terjadinya konflik hebat di Lebanon yaitu perang saudara yang disebabkan oleh ketidakadilan dalam pemerintahan tersebut sehingga cara pembagian yang sangat terstruktur dan detail itu merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menghindari terjadinya konflik-konflik antar agama yang tidak diinginkan. Sedangkan di Malaysia belum pernah ada tragedi konflik besar yang terjadi antar etnis. Konflik yang terjadipun ada yang hanya disebabkan oleh kawasan tinggal mereka yang berbeda-beda sehingga timbul jarak sosial yang menyebabkan kurangnya interaksi dan bidang pekerjaan yang berbeda; perbedaan unsur-unsur kebudayaan seperti bahasa, agama, dan adat istiadat; prasangka dan prejudis yang menebal; adanya penguasaan pada bidang-bidang tertentu yang dikuasai oleh suatu kaum tertentu saja; dan keengganan kaum-kaum tersebut untuk saling membuka diri terhadap kaum yang lainnya. Namun konflik antar etnis yang terjadi masih dalam batas yang masih bisa ditolerir, sehingga sistem pembagiannya tetap seperti itu.

KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Malaysia dan Lebanon adalah dua contoh negara yang mempunyai keberagaman etnis. Walaupun sama-sama mempunyai keberagaman etnis, namun dominasi dan peran etnis di dua negara tersebut sangat berbeda. Perbedaannya adalah di Lebanon sistem politik etnis diimplementasikan berdasarkan agama-agama yang ada di Lebanon, sedangkan di Malaysia diimplementasikan berdasarkan suku-suku yang ada di Malaysia;
2. Berdasarkan pola yang ada di dua negara tersebut, bahwa sistem politik etnis di kedua negara tersebut didasarkan pada apa yang strukturnya lebih banyak dan kompleks, dalam hal ini yaitu agama dan suku. Karena memang jika dilihat Lebanon terdiri dari sangat banyak aliran agama yang kemudian terbagi dalam dua kelompok agama besar: Muslim dan Nasrani, sedangkan Malaysia terdiri dari sangat banyak suku yang terbagi dalam 3 kelompok suku besar
3. Di Lebanon, sistem pembedaan berdasarkan etnis ini hanya berlaku dalam sektor politik saja, Sedangkan di Malaysia, pembedaan etnis ini tak hanya berlaku dalam sektor politik saja, namun juga berlaku dalam memisahkan antara sektor politik dan ekonomi;
4. Pembagian kedudukan atau posisi di pemerintahan yang dilakukan di Lebanon juga lebih terstruktur, setiap aliran agama sudah ditentukan jatah kursi di parlemen yang berhak didapatkan masing-masing. Sedangkan di Malaysia tidak terstruktur, sehingga tetap terjadi dominasi dari etnis Melayu.


DAFTAR PUSTAKA :
1. Lebanon Pra- Dan Pasca-Perang 34 Hari Israel VS Hizbullah, Mayor Ari Yulianto, PT. Gramedia Pustaka Lama
2. Kegagalan Mekanisme Consociational Dalam Mengatasi Konflik Lebanon http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=892
3. Sekretariat Nasional ASEAN Departemen Luar Negeri RI, 1989, ASEAN Selayang Pandang,hal 153
4. http://www.antaranews.com/view/?i=1204898568&c=ART&s=
5. http://www.unisosdem.org/ekopol_detail.php?aid=9707&coid=3&caid=31
6. http://internasional.kompas.com/read/2010/09/13/08165053/Politik.Rasialis.di.Sudut.Malaysia
7. http://www.rimanews.com/node/2720


Disusun oleh :
Faela Sufa (09/280657/SP/23228)
Nadya Prima Hafni. A (09/280412/SP/23198)
Hani Setyawaskitaningrum (09/280464/SP/23203)
Dewanti Aditya Wardhani (09/280530/SP/23210)
Etta Desita Ramadhani (09/280537/SP/23211)
Tian Satyaning Kristanti. D (09/280543/SP/23213)
Putri Atikasari (09/280554/SP/23215)
Ananta Aldi. A (09/280579/SP/23217)
Egiet Woro Hapsari (09/280602/SP/23218)
Cindy Shabrina Putry (09/280632/SP/23223)

16 comments:

  1. Di Lebanon meski sudah ada pembagian kue kekuasaan tetapi pernah membuahkan perang saudara di negara tersebut.
    Jadi sebenarnya apakah pembagian kekuasaan berdasarkan etnis yang ada di Lebanon tersebut sudah efektif dan tepat? jika sudah kenapa? jika belum apakah yang menurut kelompok anda paling tepat untuk negara seperti Lebanon ini?

    Di Malaysia sendiri juga pernah ada konflik meski "masih bisa ditolerir". tetapi memang tidak dapat dipungkiri bahwa suku asli atau pribumi selalu memiliki kekuasaan lebih sehingga menjadi yang dominan disana. (dalam konterks Malaysia tentu saja etnis Melayu).
    Dengan keadaan Malaysia yang "dikuasai" etnis Melayu apakah sudah merupakan suatu "bentu" yang tepat? dan membiarkan etnis lain hanya "nrimo" dengan keadaan seperti itu?

    terima kasih.

    ReplyDelete
  2. Wow subhanallah, paper summary klmpk III sangat sistematis sehingga enak dibaca..

    Salah satu kesimpulan yang diajukan klmpk III ialah bahwa, “pembagian kedudukan/posisi dalam pemerintahan Lebanon lebih terstruktur, dibandingkan Malaysia yang tidak terstruktur sehingga tetap terjadi dominasi dari etnis Melayu…”

    Bukankah memang demikian struktur pemerintahan Malaysia (terdiri dari etnis Melayu), sesuai dengan Konstitusi Malaysia Pasal 153 dan konsep (rasialis) ‘Ketuanan Melayu’ yang telah diakui, bahkan sejak sebelum Malaysia berdiri sebagai suatu negara?

    Hak pemerintahan berada di tangan etnis Melayu, sedangkan etnis China memiliki hak dalam bidang ekonomi. Dengan demikian, dominasi etnis Melayu dalam pemerintahan bukanlah bentuk ketidak-berstrukturan, melainkan begitulah struktur/susunan pembagian peran yang terdapat di Malaysia.

    Itu sekedar pendapat dari saya, bagaimana menurut teman-teman kelompok III? :)

    Ulya Amaliya
    09/282061/SP/23375

    ReplyDelete
  3. Assalamualaikum Wr. Wb. teman-teman kelompok 3

    Pertama saya ingin memberi apresiasi terhadap paper ini, luar biasa dan sangat menarik untuk dibaca dan dipahami.

    Kedua, saya sependapat dengan saudari Ulya Amaliya bahwa di Malaysia sektor politik memang didominasi oleh etnis Melayu sedangkan sektor ekonomi oleh etnis Cina. Hal ini merupakan bagian dari struktur pemerintahan Malaysia. Dengan berlakunya sistem semacam ini, saya rasa porsi antar kedua etnis cukup seimbang, karena masing-masing etnis berkecimpung dan bergerak pada bidang yang mereka kuasai.

    Ketiga, saya ingin bertanya mengenai "management of conflict" di kedua negara. Kita tahu, ketika di suatu negara memiliki beberapa etnis, maka negara tersebut rentan akan konflik. Lebanon termasuk negara yang pernah mengalami masa pahit ketika perang saudara pada tahun 1947, 1956, dan 1975. Sedangkan di Malaysia terjadi beberapa kasus diskriminasi terhadap etnis India dan Cina. Pertanyaan saya, bagaimana peran pemerintah, NGO dan civil society dalam mengatasi problematika tersebut. Karena konflik yang berkelanjutan akan membawa dampak yang tidak baik terhadap integritas bangsa dan memberikan citra yang buruk terhadap negara-negara lain.

    Terima kasih :)

    M. Luthfan Herdyanto
    09/280984/SP/23291

    ReplyDelete
  4. Aslm. Teman-teman, penjelasan kelompok kalian sangat menarik!. Kalian membandingkan kedua sistem politik negara berdasarkan etnis yang terdapat di dalamnya, dan hal tersebut merupakan suatu hal yang menarik karena kadangkala kita sering lupa bahwa sekelompok masyarakat yang tergabung dalam etnis ini, baik dalam skala besar maupun skala kecil seringkali dapat menentukan dinamika politik suatu negara.

    Pertanyaannya:
    Dalam sistem politik Lebanon terdapat pembagian kekuasaan dalam struktur pemerintahan yang didasarkan pada golongan agama. Seperti yang telah kalian nyatakan diatas “Presiden harus berasal dari kelompok Kristen Maronite, Perdana Menteri dari Sunni, dan Ketua Parlemen harus dari kelompok Syiah”. Anda juga menyatakan bahwa pembagian jabatan ini bertujuan agar tercipta rasa ‘kepemilikan’ terhadap pemerintah Lebanon yang diwakilkan melalui masing-masing perwakilan dan meminimalisir rasa saling curiga antar etnis guna mencegah perselisihan antar etnis ke tingkat yang lebih tinggi. Akan tetapi pada kenyataanya, pembagian kekuasaan ini belum juga efektif dalam menjalankan roda pemerintahan Lebanon. Berdasarkan pernyataan-pernyataan ini, saya ingin bertanya: Dengan adanya pembagian kekuasaan, kelompok anda menyatakan bahwa sistem pemerintahan pun belum dapat berjalan lancar karena adanya konflik-konflik internal. Seperti yang telah kita ketahui bahwasanya masing-masing jabatan perwakilan agama ini merupakan jabatan yang penting dan signifikan dalam menjalankan roda pemerintahan. Dan masing-masing perwakilan agama yang menduduki jabatan-jabatan tersebut juga berasal dari golongan-golongan tertentu dalam kelompok agamanya masing-masing – tidak mewakili seluruh populasi dalam kelompok agama yang terkait – contohnya: hanya keluarga konglomerat yang bisa menduduki jabatan PM di kalangan muslim Sunni. Dengan latar belakang dari golongan-golongan tertentu ini apakah mereka kemudian membawa kepentingan golongannya dalam menjalankan roda pemerintahan? Apakah kepentingan yang mereka bawa ini merupakan salah satu faktor tersendatnya efektivitas roda pemerintahan yang berdasarkan perwakilan agama dalam struktur pemerintahan? Sebelumnya kalian tidak menjelaskan hal ini dalam makalah. Dan adakah bukti yang dapat menjelaskan hal ini?

    Oya, terkait dengan penjelasan anda mengenai Malaysia, saya rasa faktor agama juga ikut berperan dalam bidang politik di negara itu. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar hukum serta aturan yang diterapkan di Malaysia didasarkan pada hukum Islam baik pada bidang politik, ekonomi, pendidikan dan sosial. Bagaimana tanggapan anda terhadap hal ini?

    Terimakasih!. :)

    Izzah Annisa
    09/280874/SP/23274

    ReplyDelete
  5. Aslm teman-teman kelompok 3,

    Bila melihat terbagi-baginya sektor politik yang ada di Lebanon, saya ingin menanyakan bagaimana sikap elit politik yang ada di Lebanon terkait dengan isu yang ada di Lebanon, dan bagaimana mereka menentukan politik luar negrinya hingga saat ini? Apakah ada dasar tertentu untuk mengambil suatu kebijakan, mengingat terkotak-kotaknya perpolitikan yang ada disana.
    Karena seperti yang kita ketahui, satu hal yang menarik di Lebanon adalah keberadaan Hizbullah yang merupakan organisasi politik dan paramiliter dari kelompok Islam Syiah. Hizbullah sangat populer di Lebanon terlebih ketika perlawanan mereka terhadap Israel. Bagaimana elit politik Lebanon memandang keberadaan Hizbullah ini, yang seolah-olah mencerminkan perlawanan mereka kepada Israel atas nama segenab bangsa dan negara ?

    mengenai Malaysia, saya juga sependapat dengan ulya dan luthfan bahwa memang pembagian kekuasaan dibidang politik untuk etnis Melayu memang sudah diatur dalam konstitusi mereka untuk menjaga eksistensi bangsa Melayu. Maka menurut saya kurang tepat bila dikatakan bahwa pembagian politik di Malaysia tidak terstruktur seperti kelompok Anda kemukakan.

    terimakasih
    Mohammad Reyhanougy.S
    09/280820/SP/23263

    ReplyDelete
  6. teman-teman ini saya Nadya primahafni, minjem accountnya Izza.

    sebelumnya terimakasih buat izza untuk pertanyaannya, saya akan mencoba menjawab pertanayan izza yang mengenai sistem pembagian pemerintahan Lebanon.

    1. Dengan latar belakang dari golongan-golongan tertentu ini apakah mereka kemudian membawa kepentingan golongannya dalam menjalankan roda pemerintahan?
    sampai sekarang saya belum menemukan sumber terpercaya yang menjelaskan secara detail apakah etnis yang berkuasa membawa kepentingan golongannya dalam pemerintahannya. akan tetapi apabila melihat ciri-ciri yang ada;
    - jenis nasionalisme yang dimiliki oleh masyarakat Lebanon adalah nasionalisme qaumiyah, yaitu nasionalisme yang lebih kepada kesamaan etnis yang seringkali mengalahkan nasionalisme kebangsaan.
    - seperti yang telah dijelaskan di paper bahwa secara sosiologis masyarakat Lebanon merupakan masyakat yang sangat terpengaruh oleh etnis dalam kehidupannya dan kebiasaan ini cenderung dapat terbawa sampai pada saat kaum tersebut memimpin.
    Jadi dengan melihat ciri-ciri tersebut menurut saya sangat sulit untuk mereka tidak emmbawa kepentingan kelompoknya dalam pemerintahan, mereka akan ada kecendrungan untuk lebih mementingkan kepentingan kelompok dan tidak netral.
    namun disisi lain semisalnya pemerintah telah merasa membuat kebijakan yang adil dan tidak memihak, masyarakat yang tidak memiliki hak dalam pemerintahan akan tetap saja merasa dirugikan dan dengan tidak adanya "kaum mereka" dalam pemerintahan akan menimbulkan kebencian yang kemudian tumbuh menjadi prasangka terhadap setiap kebijakan pemerintahan yang berkuasa.

    2.Apakah kepentingan yang mereka bawa ini merupakan salah satu faktor tersendatnya efektivitas roda pemerintahan yang berdasarkan perwakilan agama dalam struktur pemerintahan?
    ya tentu saja, karena salah satu syarat pemerintahan yang sukses adalah pemerintahan yang memiliki legitimasi terhadap rakyatnya sedangkan pemerintahan lebanon pada saat ditetapkannya kesepakatan 1943 ini tidak. buktinya seperti penjelasan dari Ibu Siti Mutiah pada web Rilis UGM yang telah kita sebutkan di Paper, yaitu pembunuhan perdana menteri Riadh ul Solh dan meletusnya Perang Saudara tahun 1956.
    jadi kesimpulannya tentu saja gal tersbeut dpaat menghambat keefektifan pemerintahan yang berjalan karena adanya berbagai macam konflik yang menimbulkan perang dan pemberontakan.

    sekian jawaban dari saya, maaf kalau ada yang salah dan mohon koreksinya lagi tapi ya smoga memuaskan :)
    makasih
    Nadya Primahafni
    09/280412/sp/23198

    ReplyDelete
  7. Halo kelompok 3.

    Saat saya membaca pembuka dari summary kelompok ini, saya merasa kelompok ini mengangkat tema yang sangat menarik. Kelompok ini mengangkat tema dengan negara yang dibandingkan tidak memiliki kesamaan atau perbedaan secara mencolok sehingga dapat melakukan penelitian lebih dalam.

    Namun, disamping itu, kelompok ini dalam summary-nya ada beberapa hal yang mengganjal saya dalam membaca summary ini. Yang mungkin beberapa kalimat di bawah ini dapat mewakilinya sebagai saran. Hal itu antara lain karena;
    1.Kelompok ini hanya membawa tema yang diberikan, namun tidak mencantumkan apa judul yang digunakan. Hal itu mengakibatkan penjelasan dalam summary ini tidak fokus.
    2. Tidak mencantumkan studi kasus yang mungkin akan dapat mempermudah pembaca dalam memahami apa yang diungkapkan perbedaan kedua negara
    3.Sangat mungkin terjadi perubahan dalam suatu pemerintahan, saya rasa mungkin jika mencantumkan rentang waktu akan lebih baik dan meminimalisasi adanya ambigu.

    Disamping saran tersebut, saya memiliki satu pertanyaan untuk kelompok ini;
    1. Jika melayu diberikan kursi politik dan ekonomi diberikan pada cina, bagaimana sikap pemerintah malaysia pada etnis Cina dan etnis 3% yang lain?

    Sekian dari saya, semoga saran tersebut dapat menjadi masukan yang membangun dan saya menunggu jawaban dari pertanyaan saya. terimakasih. :)

    Fauzia Gustarina Cempaka T.
    09.280110.SP.23158

    ReplyDelete
  8. Aslm wr.wb teman2 kelompok 3
    sungguh bahasan yang sangat menarik untuk saya baca,walaupun ada yang kurang di sana-sini,tapi overall bagus kok :)

    hmm saya punya sedikit pertanyaan yang ingin saya tanyakan kepada kelompok 3, yaitu:

    1.sebutkan 2 saja contoh diskriminasi rasial di malaysia dalam kehidupan sehari-hari

    2.krisis identitas,krisis integritas,krisis nasionalisme,dan krisis budaya di malaysia adalah beberapa faktor yang akan menjadi bom waktu yang akan meledak sewaktu-waktu di malaysia akibat dari tinggalnya etnis melayu,cina,dan india dalam satu wadah yang disebut negara malaysia.apakah anda setuju dengan pendapat demikian?apa alasannya?kalau dalam argumen anda dapat ditambahkan studi kasus mohon disertakan juga studi kasusnya

    sekian dari saya,mudah-mudahan anda semua sukses selalu

    alvin thias aditya 09/280672/SP/23229

    ReplyDelete
  9. Saya akan mencoba menjawab pertanyaan dari Ulya.

    Maksud kami dengan 'lebih terstruktur' adalah: sistem pembagian kekuasaan di Lebanon lebih terstruktur secara sistematis, maksudnya setiap kelompok agama diberikan jatah kursi di parlemen sebesar berapa persen. Juga sudah ditentukan siapa yang menjadi presiden, dan sebagainya. Sedangkan di Malaysia, memang tercantum dalam konstitusinya, seperti yang dikatakan Ulya pasal 153, bahwa etnis Melayu memang mendapatkan hak istimewa dalam politik dan pemerintahan. Namun hal ini menurut kami dirasa kurang begitu sistematis karena tidak ada pembagian yang jelas seberapa besar hak yang didapatkan oleh etnis Melayu dan bagaimana dengan etnis-etnis yang lain. Sehingga terus terjadi dominasi dari etnis Melayu dalam politik dan pemerintahan di Malaysia.

    Semoga bisa sedikit membantu menjawab pertanyaannya ya :) maaf kalau kurang memuaskan hehe, terima kasih :)


    Tian Satyaning Kristanti Djuaeni
    09/280543/SP/23213

    ReplyDelete
  10. saya akan mencoba jawab pertanyaan cempaka :

    Sebelumnya sudah ada kontrak sosial nasional yang dibentuk pada tahun 1957 ketika kemerdekaan, yang isinya adalah kesepakatan dan pengakuan untuk memberi orang pribumi Melayu hak-hak khusus dibandingkan etnis lain. Sebagai gantinya, etnis-etnis lain itu diberikan kewarganegaraan. Suka atau tidak suka, kesepakatan ini sudah ada dan tak dapat diganti. Ketika kelompok minoritas mulai protes dengan hak-hak istimewa pribumi Melayu, pemerintah tidak dapat berbuat apa-apa. Setidaknya itulah yang dikatakan PM Najib Tun Razak. Bahkan ia mengatakan bahwa kesepakatan itulah penentu kelangsungan kehidupan Malaysia dan suka tidak suka harus dihormati.

    Dewanti 09/280530/sp/23210

    ReplyDelete
  11. Dear Lutfi,
    . Ya, cara pembagian kekuasaan memang cara yang paling efektif untuk mencapai keadilan di Lebanon. Pembagian ini bukan berdasarkan perjanjian pada tahun 1943, akan tetapi berdasarkan peraturan yang sudah diformalkan kedalam dalam konstitusi pada tahun 1990. Dalam undang-undang yang baru tersebut, pembagiannya lebih jelas dan merata. Untuk masyarakat yang multietnis dan sangat mencintai etnis seperti Lebanon memang tidak ada pilihan lain yang lebih baik selain sistem pembagian kekuasaan. Sistem ini, adalah pilihan yang paling efektif dari semua sistem yang ada. Mungkin memang bukan yang terbaik, tapi apabila dibandingkan dengan sistem-sistem yang ada saat ini, pilihan inilah yang paling efektif.

    kemudian untuk pertanyaan ke dua,
    Sebenarnya, Malaysia tidak ‘dikuasai’ oleh etnis Melayu. Lutfi mengatakan bahwa suku asli selalu memiliki kekuasaan di Malaysia. Nah, konteks kekuasaan tidak melulu kekuasaan dalam hal politik bukan? Seperti yang telah diketauhi, sumber kekuasaan juga dapat berasal dari uang. Dan kelompok Cina, meskipun menjadi minoritas di Malaysia dapat dikatakan memegang sebagian besar perekonomian di Malaysia. Dengan kata lain, kelompok Cina juga memiliki kekuasaan di bidang ekonomi. Dan paradigmanya, terdapat korelasi yang begitu erat antara ekonomi dan politik. Kedua hal tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Secara sendirinya sesuai kemauan atau tidak, politik mempengaruhi ekonomi dan ekonomi juga mempengaruhi politik. Bahkan sebenarnya, alasan mengapa sistem kesultanan masih dipertahankan di Malaysia hingga sekarang adalah agar eksistensi etnis Melayu tidak hilang dan digantikan etnis Cina. Karena apabila harus bersaing dengan Cina dalam bidang ekonomi, realitas mengatakan bahwa kemungkinan besar etnis Melayu akan kalah. Dengan demikian, sebenarnya perspektif bahwa Malaysia dikuasai oleh etnis Melayu tidaklah benar.

    Faelasufa dan Nadya Primahafni
    09/280657/SP/23228 dan 09/280412/sp/23198
    Kelompok 3

    ReplyDelete
  12. Our Dearest Izzah,
    Agama, memang menjadi salah satu faktor yang krusial di semua negara termasuk Malaysia. Karena agama adalah kepercayaan yang paling dasar bagi mayoritas manusia. Di kelas ibu Illien dulu pernah dijelaskan bahwa ketika Inggris membagi kekuasaan antara Cina dengan Melayu (dengan Cina memiliki kuasa di bidang ekonomi dan Melayu di bidang politik) juga ditentukan bahwa agama resmi di Malaysia adalah agama Islam karena Islam adalah agama mayoritas masyarakat etnis Melayu. Dan sebagai agama resmi negara, tentu Islam mempengaruhi kehidupan sosial dan mungkin juga politik di Malaysia.

    Faelasufa
    09/280657/SP/23228

    ReplyDelete
  13. Dear Alvin Thias,
    Sejauh ini, diskriminasi di Malaysia memang dapat diminimalisirkan. Namun bukan berarti prilaku-prilaku diskriminatif tersebut hilang. Dalam kehidupan sehari-hari Malaysia, masih ditemukan beberapa tindakan diskriminatif. Misalkan saja, etnis Cina yang beberapa kali didiskriminasi oleh Melayu melalui peraturan-peraturan pemerintah yang lama kelamaan dirasa meminggirkan mereka di bidang ekonomi. Akan tetapi kaum yang paling sering menerima perlakuan diskriminatif adalah kaum hindraf atau kaum India. Berikut adalah beberapa contohnya:
    - Di era Perdana Menteri Tun Dr Mahathir Mohamad, kaum hindraf ini didiskriminasikan dalam hal politik. Kebebasan berekspresi mereka benar-benar ditekan. Partai yang mewakili kaum India dikatakan gagal memainkan peran untuk menuntut hak-hak yang lebih baik bagi kaum India.
    - Mayoritas kaum Hindraf tidak memiliki kartu identitas (semacam KTP). Buruh-buruh India ini tidak memiliki sistem kartu identitas yang diwajibkan kepada seluruh rakyat Malaysia sehingga mereka berserah 100% kepada majikan ladang.

    Untuk pertanyaannya yang kedua:
    Ya, memang benar bahwa krisis identitas, krisis integritas, krisis nasionalisme dan krisis budaya di Malaysia adalah beberapa faktor yang dapat menjadi bom waktu. Namun kami tidak setuju dengan pendapat Alvin. Yang perlu digarisbawahi di sini adalah, apabila Alvin mengatakan faktor-faktor tersebut ‘akan’ menjadi bom waktu, maka kami mengatakan bahwa faktor-faktor tersebut ‘dapat’ menjadi bom waktu. Masalah krisis identitas, integritas, nasionalisme dan budaya bukan hanya masalah yang dihadapi oleh Malaysia. Hampir semua bangsa di dunia menghadapi masalah tersebut dalam mempertahankan integrasi negaranya. Dan apakah hal tersebut akan menjadi bom waktu atau tidak, itu tergantung dengan pengelolaan konflik oleh masyarakat-masyarakat di negara tersebut.

    Setiap negara pasti memiliki konflik, tanpa konflik justru bisa dikatakan negara tersebut abnormal. Yang diperhatikan adalah, bagaimana konflik-konflik tersebut dapat dimanajemenkan sehingga tidak berubah menjadi kekerasan.

    Faelasufa
    09/280657/SP/23228

    ReplyDelete
  14. Dear Luthfan,
    Baik pemerintah, NGO maupun civil society di Malaysia sebenarnya tentu menginginkan Malaysia yang harmonis. Di Malaysia sendiri terdapat suatu NGO yang bernama Malaysian Interfaith Network di mana NGO tersebut menyediakan wadah untuk berdialoh. Walaupun mengatasnamakan keyakinan namun tidak hanya agama yang menjadi prioritas NGO ini, akan tetapi juga masalah etnis. Tujuannya, tentu saja untuk meminimalisir sentimen antar etnis karena semua etnis dapat berpartisipasi dalam dialog ini.

    Sementara itu, pemerintah Lebanon sudah memiliki peran yang cukup signifikan. Seperti pada saat Perdana Mentri dan Presiden Lebanon tahun 1943 membuat perjanjian untuk melakukan pembagian kekuasaan dengan tujuan mengurangi peluang terjadinya konflik antar etnik. Juga dapat dilihat melalui konstitusi 1990 yang memuat permbagian peran yang lebih jelas dan semua etnis mendapatkan hak dalam pemerintahan. Pembuatan konstitusi-konstitusi tersebut adalah salah satu contoh implementasi penanganan konflik oleh pemerintah.

    Nadya Primahafni Arifin & Etta Desita
    09/280412/sp/23198 &

    ReplyDelete
  15. Hai Reno,
    8. Ada elite politik yang mendukung hizbullah, namun juga ada elite politik yang kontra hizbullah. Di Lebanon sendiri Hizbullah memang memiiki peranan yang sangat penting karena dengan adanya Hizbullah memberikan "taring" bagi Lebanon dalam menghadapi Israel. Apabila menyinggung soal dukungan, Hizbullah mendapatkan dukungan dari elite politik dan rakyat di Lebanon yang kontra terhadap Lebanon. Serangan Juli-Agustus 2006 memperlihatkan kehebatan Hizbullah yang dapat memukul mundur pasukan Israel, sejumlah tank mutakhir milik Israel dihajar habis oleh peluru-peluru kendali yang paling mutakhir.(http://bataviase.co.id/node/199115)

    semoga memuaskan yaa :)

    Nadya Primahafni Arifin
    09/280412/sp/23198

    ReplyDelete
  16. Ada yang bisa kasih pencerahan mengenai ketatanegaraan Lebanon nggak?
    Tugas saya judulnya itu mohon dibantu dunk...

    ReplyDelete